WAKIL Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyatakan dukungannya terhadap gagasan dan program yang tengah dijalankan Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA). Salah satunya adalah pembekalan untuk santri baru di sejumlah pondok pesantren tentang hak otonomi tubuh demi mencegah terjadinya aksi kekerasan, terlebih dalam bentuk kekerasan seksual.
“Saya sangat mendukung gerakan tersebut. Ini sangat penting dilakukan agar anak-anak mampu melindungi atau memagari dirinya dari segala ancaman yang berpotensi terjadi,” ungkap Rerie, sapaan akrab Lestari, saat bertemu jajaran pengurus Sekretariat Nasional (Seknas) JPPRA, di Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023, kemarin.
Menurut Rerie, para peserta didik di lembaga pendidikan mana pun penting untuk mengetahui bagian tubuh mana yang boleh dan tidak untuk diintervensi orang lain. Pasalnya, ketidakpahaman tentang hal ini kerap menjadi celah aksi kekerasan seksual yang kerap terjadi belakangan hari.
“Saya kira, berangkat dari beberapa kasus yang terjadi, yang perlu kita lakukan pertama kali adalah mensosialisasikan tentang pentingnya untuk melindungi diri sendiri,” katanya.
“Bukan hanya pesantren, sebab hal ini juga berpotensi terjadi di mana pun, di lembaga pendidikan berasrama jenis apapun. Karena yang menjadi masalah bukan jenis lembaganya, tetapi oknum di dalamnya,” sambung dia.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu meyakini bahwa pesantren tetap menjadi pilihan terbaik bagi para orang tua yang ingin memiliki putra-putri dengan karakter yang kuat, mandiri, dan berkualitas di masa depan. “Pesantren menerapkan sistem pendidikan yang terintegrasi. Anak-anak berkembang di dalamnya. Mereka mendapatkan bekal pengetahuan keagamaan sekaligus kemanusiaan,” katanya.
“Banyak orang besar lahir dari rahim pesantren,” sambung Rerie.
Sebelumnya, Sekretaris Seknas JPPRA, Ustaz Agung Firmansyah mengatakan, saat ini pihaknya tengah gencar memberikan pembekalan kepada santri baru di sejumlah pondok pesantren. Materi yang diberikan mulai dari motivasi belajar, wawasan mengenai pentingnya memahami hak otonomi tubuh, hingga pengetahuan seputar kesehatan reproduksi.
“Kami mengajak para santri untuk memahami private part atau bagian tubuh pribadi mereka yang tidak boleh dilihat apalagi disentuh orang lain. Ini penting demi membentengi mereka dari berbagai kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan aksi kekerasan seksual,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Seknas JPPRA, Kiai Yoyon S. Amin menegaskan, keberadaan jaringan tersebut bukan dalam rangka menguatkan stigma bahwa pesantren merupakan tempat yang berpotensi terjadinya aksi-aksi kekerasan seksual.
“Justru kami sedang berikhtiar menjaga muruah pesantren sebagai sistem pendidikan tua dan luhur. Kasus-kasus yang terjadi hanya sebagian kecil dari banyaknya jumlah pesantren di Indonesia. Namun, sejumlah kasus yang terjadi itu tidak boleh direspons dengan pemakluman yang pada akhirnya mengancam citra pesantren secara keseluruhan,” katanya.
“Ditambah lagi, kekerasan tetap kekerasan. Harus dicegah dan dilawan. Baik dalam skala besar maupun kecil,” pungkasnya.